Kaidah 21 : Sesuatu yang berlaku Muthlaq dan tanpa batasan maka dikembalikan kepada kebiasaan

 

Kaidah kedua puluh satu : Sesuatu yang berlaku muthlaq(tanpa batasan)maka dikembalikan menurut kebiasaan setempat.

القاعدة الحادية والعشرون-ما وَرَدَ بِهِ الشَّرْعُ مُطْلَقًا وَلا ضَابِطَ لَه فِيْه ولا فِى اللُّغَةِ,يُرْجَعُ فيه إلى العُرْفِ

Arti : sesuatu yang berlaku mutlak menurut syara’ dan tanpa adanya batasan dan tidak pula dalam bahasa,maka dikembalikan kepada kebiasaan(al urf) yang berlaku.

Penjelasan : setiap perkara yang berlaku mutlak menurut syara’ tanpa adanya pembatasan,syarat atau ukuran,tanpa adanya pembatasan syari’at dan bahasa,maka yang dijadikan landasan hokum adalah adat(kebiasaan) untuk memudahkan mukallaf dan menjaga kemaslahatan,supaya bisa melaksanakan kewajiban syari’at sesuai ukuran dan kerkuatannya demi mencegah kesulitan.

Contoh :

1.       Pesta pernikahan tidak ada pembatasan syara’ dalam bentuknya,jenis makanan dan jumlah undangan,maka dikembalikan kepada kebiasaan.(yang penting halal)

2.       Syari’at mewajibkan mahar dalam nikah,tapi tidak dibatasi jumlah dan jenisnya.

3.       Cukup niat dalam sholat dengan dibarengkan dengan awal sholat,seperti menghadirkan niat ketika takbirotul ihrom.

4.       Diantara syarat berlakunya hukum potong tangan bagi pencuri adalah harta tersebut berada di tempat penyimpanannya,syari’at tidak membatasi tempat penyimpanan tersebut,tapi dikembalikan kepada kebiasaan tempat penyimpanan masing masing jenis harta.

5.       Jual beli dengan meletakan uang tanpa adanya ijab qobul,menurut syara tidak sah,maka menjadi sah kalau sudah biasa menjadi kebiasaan,menurut kaol Imam An Nawawi yang banyak dijadikan pegangan.

 

Sumber : Mukhtashor Ushul Fiqh wal Qowa’idul Fiqhiyyah

 

Da'wah adalah keajiban kita bersama,dengan blog ini hendak melaksanakan kewajiban tersebut.

Share this

Add Comments


EmoticonEmoticon