Hakim,Mahkum fih dan Mahkum Alaih

 

HAKIM,MAHKUM FIH DAN MAHKUM ‘ALAIH

I.         HAKIM

Tidak ada perdebatan dikalangan para Ulama bahwa hakim tertinggi adalah Alloh SWT,Alloh telah berfirman (إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ لِلّهِ(الانعام:57) )dan sesungguhnya hukum Alloh diketahui dari wahyu yang sama dan dari dalil dalil yang terpilih. Dan sesungguhnya Alloh menghukumi hamba hambanya,maka Dia memerintah melakukan sesuatu atau melarang melakukan sesuatu. Dan sesungguhnya seorang hamba wajib untuk menta’ati Alloh. Dan sesungguhnya mereka diberi pahala karena ta’at dan diberi siksa karena ma’shiyat.

 

II.      MAHKUM FIH

 

Mahkum Fih atau Mahkum Bih adalah pekerjaan Mukallaf atau yang diperintahkan dari pekerjaan pekerjaan mukallaf,yaitu pekerjaan mukallaf yang terkait dengannya seruan syari’(pembuat syari’at),yang terkait dengan perkara yang harus dilakukan disebut wajib,yang terkait dengan perkara yang terkait dengan perkara yang dianjurkan untuk dilakukan disebut mandub(sunat),yang terkait dengan larangan yang yang diharuskan disebut haram,yang terkait dengan larangan yang bersifat anjuran disebut makruh,yang terkait dengan kebolehan untuk mengerjakan dan tidak mengerjakan disebut mubah.

 

HUKUM HUKUM PEKERJAAN MUKALLAF

1.      Wajib

Wajib adalah suatu pekerjaan yang akan mendapatkan pahala apabila dikerjakan dan akan mendapatkan siksa apabila ditinggalkan(tidak dikerjakan).

Ada beberapa pembagian wajib

Ø  Pembagian wajib berdasarkan tentu dan tidaknya pekerjaan yang di perintahkan,wajib tersebut ada dua

1)      Wajib Muayyan : pekerjaan yang diperintahkan karena ‘ainnya(dzat nya),seperti Sholat dan zakat. Maka mukallaf tidak terbebas dari kewajiban kecuali dengan mengerjakan ‘ain nya(dzat nya) kewajiban tersebut.

2)      Wajib Mukhoyyar : pekerjaan yang diperintahkan kepada mukallaf dengan mengerjakan salah satu dari beberapa perkara yang diperintahkan,seperti Kifarat Sumpah yang harus memilih diantara tiga pekerjaan,yaitu memberi makan dan pakaian sepuluh fakir miskin,atau memerdekakan ‘abid,berdasarkan firman Alloh SWT surat Al Maidah :89

 فَكَفَّارَتُهُ إِطْعَامُ عَشَرَةِ مَسَاكِينَ مِنْ أَوْسَطِ مَا تُطْعِمُونَ أَهْلِيكُمْ أَوْ كِسْوَتُهُمْ أَوْ تَحْرِيرُ رَقَبَةٍ

“Maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak”

Ø  Pembagian wajib berdasarkan orang orang yang diperintahkan melaksanakannya.wajib tersebut terbagi dua

1)      Wajib ‘Ain : perintah wajib yang dibebankan kepada masing masing mukallaf,seperti kewajiban Sholat lima waktu.

2)      Wajib Kifayah : perintah wajib yang dibebankan kepada seluruh mukallaf tetapi bukan kepada masing masing mukallaf,yang apabila dikerjakan oleh sebagian orang maka gugur kewajiban dari sebagian yang lain(yang tidak melaksanakannya) dan apabila tidak ada seorang pun yang mengerjakannya,maka berdosalah semua orang,seperti mengurusi mayat,melakukan amar ma’ruf nahyil munkar,jihad fi sabilillah dan pekerjaan pekerjaan yang terkait dengan kemaslahatan ummat.

Ø  Pembagian wajib berdasarkan waktu pelaksanaan

1)      Wajib muthlaq : yaitu kewajiban yang tidak ditentukan waktunya,seperti kifarat,melaksanakan nadzar shaum yang tidak ditentukan waktunya,maka gugurlah kewajiban apabila sudah melaksanakannya.

2)      Wajib muaqqot(yang ditentukan waktunya) : adalah kewajiban yang ditentukan dan dibatasi waktu pelaksanaan nya,contoh sholat lima waktu,shaum Romadhon dan ibadah haji. Wajib Muaqqot terbagi lagi menjadi tiga bagian.

a)      Wajib Muwassa’(waktunya diluaskan),yaitu kewajiban yang mempunyai waktu yang luas sehingga bisa melaksanakan ibadah ibadah sejenis,seperti waktu mengerjakan sholat,zhuhur,waktunya luas sehingga bisa untuk mengerjakan sholat sholat yang lainnya(sunat dan nawafil).

b)      Wajib mudhoyyaq,yaitu kewajiban yang waktunya tidak luas,sehingga tidak bisa mengerjakan ibadah sejenis dalam waktu tersebut,seperti shaum,karena pada waktu tersebut tidak bisa mengerjakan shaum selain shaum fardhu.

c)      Wajib muaqqot dalam waktu yang mempunyai dua gambaran,satu gambaran luas waktunya,sedangkan gambaran lainnya sempit waktunya,seperti waktu haji dalam bulan bulan tertentu,maka waktunya luas apabila dilihat bahwa banyak waktu tersisa setelah melaksanakan ibadah haji,sehingga waktu tersebut bisa dipakai untuk melaksanan haji kembali dan ibadah lainnya,tapi bisa juga termasuk yang sempit dalam waktunya,karena seorang mukallaf tidak boleh berhaji lebih dari satu kali dalam satu tahun.

2.      Mandub(Sunat)

Adalah pekerjaan yang mendapatkan pahala apabila dikerjakan dan tidak mendapatkan siksa apabila ditinggalkan,yang disebut juga dengan sunat. Mandub(sunat) terbagi dua yaitu yang pertama sunat ‘ain seperti seperti Sholat sunat Rowatib dan yang kedua adalah sunat kifayah seperti mengucapkan salam dan menjawab bersin. Berkata sebagian Ulama : Udhhiyyah (menyembelih) adalah sunat kifayah bagi ahli bait(setiap rumah) apabila menyembelih satu orang dari ahli rumah itu maka syi’ar Udhhiyyah(menyembelih) telah terlaksana.

3.      Haram

Haram adalah pekerjaan yang mendapatkan pahala apabila ditinggalkan dan mendapatkan siksa apabila dilaksanakan,seperti zina,mencuri,meminum khomr,membunuh tanpa haq. Disebut juga dengan ma’shiyat,dosa dan keburukan.

4.      Makruh

Makruh adalah pekerjaan yang mendapatkan pahala apabila ditinggalkan dan tidak mendapat siksa. Makruh terbagi dua

1)      Makruh tanzih. Adalah perkara yang lebih utama ditinggalkan dari pada dikerjakan,seperti makruhnya Sholat di kandang unta,berdasarkan hadits Rosululloh SAW

لا تُصَلّوا في أعطانِ الإبِلِ (رواه أحمد)

Janganlah engkau sholat di kandang unta.

Dan makruhnya banyak bertanya dan menghambur hamburkan harta,berdasarkan hadits

إنَّ الله حرّمَ عليكُم عقوقُ الأمّهات,ووأد البنات ومنْعًا وهاتِ,وكَرِهَ لكُم قيل وقال,وكثْرَةَ السّؤال,وإضاعةَ المال(متفق عليه)

Sesungguhnya Alloh mengharamkan kepada kalian untuk menyakiti ibu,mengubur hidup hidup anak perempuan dan mencegah untuk memberi orang lain,serta memakruhkan kepada kalian untuk berbantah bantahan,banyak bertanya dan menghambur hamburkan harta.

2)      Makruh karena meninggalkan hal yang utama,meninggalkan perkara perkara yang disunatkan seperti meninggalkan sholat dhuha,dan memberi makan orang yang berbuka di bulan Romadhon.

5.      Mubah

Mubah adalah pekerjaan yang tidak mendapat pahala apabila dikerjakan dan tidak mendapat dosa apabila ditinggalkan,disebut juga halal atau jaiz seperti makan makanan yang baik berdasarkan firman Alloh(أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ  =dihalalkan kepada kalian makanan yang baik baik-Al Maidah : 5) atau makan bangkai binatang laut karena berdasarkan Sabda Rosululloh SAW ( في البَحْرِ هو الطّهور مائه الحِلُّ ميْتته(أخرجه الأربعةُ وابْنُ أبِي شيْبة) =laut itu suci airnya dan halal bangkainya(Dikeluarkan oleh empat Imam[1] dan Ibnu Abi Syaibah)

 

SYARAT TAKLIF(TUNTUTAN) UNTUK MENGERJAKAN

 

 Sahnya tuntutan terhadap suatu pekerjaan maka ada dua Syarat

1)      Pekerjaan haruslah diketahui oleh mukallaf dengan pengetahuan yang sempurna sehingga memungkinkan untuk mukallaf untuk melaksanakan sesuai yang diperintahkan,oleh karena itu maka seseorang tidak bisa dituntut untuk mengerjakan sholat sehungga dia mengetahui Rukun,syarat,dan tatacara memgerjakan Sholat. Perintah untuk mengerjakan sholat bersifat global berdasarkan Firman Alloh(أقِيْموا الصّلاةَ =Tegakkan lah Sholat) lalu Rosululloh menjelaskannya dengan ucapan dan pekerjaan lewat sebuah hadits( صَلُّوا كَما رأيْتُموْنِي أُصَلِّي=Sholatlah kalian sebagaimana kalian lihat aku sedang sholat)

Seorang Mukallaf dianggap mengetahui hukum islam selama dia berada di wilayah kekuasaan Negara Islam,ketika dia baligh,berakal dan mampu untuk mengetahui hukum hukum syari’at maka dia dianggap seorang ‘Alim(faham/mengetahui) karena dia mampu mengetahui syari’at karena dirinya atau karena bertanya kepada ahlinya,dan tidak diterima alasan kebodohannya. Oleh karena itu para Ulama menetapkan tidak diterima alasan tidak mengetahui hukum islam apabila dia tinggal di wilayah Negara islam.

2)      Keadaan pekerjaan mukallaf adalah pekerjaan yang mungkin dan mampu dilakukan oleh mukallaf,yaitu termasuk kedalam kekuatan dan kemampuannya. Maka tidak sah taklif(menuntut) terhadap sesuatu yang mustahil,baik mustahil karena dzatnya,yaitu yang tidak bisa digambarkan oleh aqal terhadap adanya perkara mustahil tersebut,seperti mengumpulkan antara dua pekerjaan yang berlawanan,seperti mewajibkan tidur dan bangun(berjaga)dalam satu waktu,atau mustahil bukan karena dzatnya,yaitu perkara yang bisa digambarkan adanya tetapi secara adat belum bisa terbukti,seperti terbangnya manusia di udara.

 

III.   MAHKUM ‘ALAIH

 

Yang dimaksud mahkum ‘alaih adalah mukallaf yang terikat oleh seruan dari Alloh SWTuntuk melaksanakan seruan tersebut,untuk sah nya seruan(taklif) tersebut ada dua syarat,yaitu :

1)      Pemahaman mukallaf terhadap seruan(berupa perintah atau larangan),yaitu bahwa mukallaf haruslah orang yang mampu untuk memahami dalil dalil perintah atau larangan,dan hal tersebut mendorong mukallaf haruslah orang yang berakal,karena akal adalah alat untuk mengobservasi(idrok) dan memahami.aqal adalah tempat khitob(seruan) dari Alloh dan aqal juga bisa melahirkan irodat(kemampuan).maka tidak diseur orang gila,anak anak dan orang yang sedang tidur karena mereka tidak mampu untuk memahami seruan syari’(Alloh dan Rosul) tentang dalil dalilnya.

Tentang  hal ini Rosululloh bersabda ;

رُفِعَ القَلَمُ عنْ ثلاثٍ : عن النّائمِ حتّى يَسْتَيْقِظَ,وعَنِ الصَّبيِّ حتّى يَحتَلِمَ,وعن المجْنونِ حتّى يَفِيْقَ (رواه أبو دود وابْنُ ماجه والنّسائي)

"Qolam diangkat(amalnya tidak dituliskan) dari tiga golongan,dari orang yang tidur sampai dia bangun,dari anak kecil sampai dia baligh,dari orang gila sampai dia sadar”(H.R Abu Dawud,Ibnu Majah dan Nasai)

Karena hal itu juga para Ulama mengatakan : orang yang tidur,yang lupa,anak kecil dan orang gila tidak masuk dalam golongan orang orang yang terkena khitob(seruan),keharusan zakat,nafakah,dan tanggungan ganti rugi harta yang dirusak kepunyaan orang gila dan anak kecil bukanlah taklif(seruan) untuk keduanya,tapi taklif untu wali dari keduanya

2)      Mukallaf haruslah Ahliah(memiliki keahlian) untuk mendapatkan seruan(beban),kata (أَهْلِيّة ) menurut bahasa adalah ( صلاحِيّة=pantas/layak),yang dimaksud adalah pantasnya seseorang untuk kendapatkan haq dan kewajiban syari’at,ahliah(keahlian)tersebut adalah amanat yang Alloh pikulkan untuk manusia.

Ahliah terbagi dua,yaitu Ahliah wujub dan Ahliah Ada’

Ø  Ahliah Wujub adalah kelayakan seseorang untuk untuk menetapkan hak haknya dan melaksanakan kewajiban kewajibannya,dan ahliah ini haruslah dilindungi,dan dasar penetapannya adalah hidup.

Ø  Ahliah Ada’(الأَدَأ ) adalah kelayakan seseorang untuk mendapatkan pertimbangan dalam pelaksanaan hukum syari’at,yaitu ucapan dan perbuatan. Dan dasar penetapannya adalah perubahan pemikiran.

 



[1] Arba’ah(Imam empat)adalah Abu Dawud,Tirmidzi,Nasai dan Ibnu Majah

Da'wah adalah keajiban kita bersama,dengan blog ini hendak melaksanakan kewajiban tersebut.

Share this

Add Comments


EmoticonEmoticon