CARA CARA MENCARI ‘ILLAT( مَسْلَكُ العِلّة)
Yang dimaksud dengan (مَسْلَكُ العِلّة ) adalah ( الطُّرُقْ=banyak jalan) yang bisa
menyampaikan kepada ‘illat atau untuk mengetahui ‘illat,dan memungkinkan untuk
berhenti pada ‘illat yang bisa menyampaikan dalil yang menunjukkan kepada
‘illat.
Setiap dalil yang yang bisa menyampaikan kepada kita terhadap
‘illat maka disebut thoriq atau maslak(yang arti keduanya adalah jalan) untuk
mengetahui ‘illat yang hukum di-syari’atkan karenanya(‘illat).
Maslakul ‘illat berjumlah
banyak,diantaranya :
1. Maslak pertama : Nash terhadap ‘illat
Nash terhadap ‘illat adalah ‘illat yang
menunjukkan nash yang terdapat dalam Al Qur’an dan Sunnah,disebut juga nash
manshushoh(‘illat yang di-nash-kan/dituliskan,karena ‘illatnya berbentuk nash
yang sudah ada dalam teks Al Qur’an/Sunnah),’Illat ini terkadang bentuknya
shorih(jelas) dan terkadang berbentuk tidak shorih(tidak jelas) yaitu yang
berbentuk isyarat atau petunjuk isyarat.
1) Dhilalah Shorihah ‘alal ‘illiyyah(petunjuk
yang jelas terhadap ke’illatan) adalah petunjuk lafzhiah yang ada dalam
nash(teks) yang bersifat lughowi(bahasa),dilalah shorihah terbagi 2
a. Dhilalah shorihah qoth’iyyah(petunjuk jelas
yang bersifat pasti) seperti lafazh مِنْ أَجْلِ ,لِأجْلِ ,atau لِكَيْ . seperti
firman Alloh Ta’ala QS. Al Maidah : 32
مِنْ أَجْلِ ذَلِكَ كَتَبْنَا عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنَّهُ مَن قَتَلَ نَفْساً بِغَيْرِ
نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعاً وَمَنْ
أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعاً
Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa:
barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh)
orang lain , atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan
dia telah membunuh manusia seluruhnya . Dan barangsiapa yang memelihara
kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan
manusia semuanya.
Yang menjadi hukum adalah Alloh menetapkan kepada Bani Isroil bahwa
barang siapa yang membunuh satu manusia sama dengan membunuh semuanya dan yang
membiarkan hidup satu manusia maka sama dengan membiarkan hidup
seluruhnya,sedangkan yang menjadi ‘illat adalah lafazh مِنْ أَجْلِ ذَلِكَ
yang berarti karena jeleknya pembunuhan.
Contoh lain QS.
Al Hasyr : 7
مَّا أَفَاء اللَّهُ
عَلَى رَسُولِهِ مِنْ أَهْلِ الْقُرَى فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَى
وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ كَيْ لَا يَكُونَ
دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاء مِنكُمْ وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا
نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Apa saja harta
rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang
berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum
kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam
perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di
antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang
dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.
Yang menjadi
hukum adalah pembagian harta rampasan perang dan zakat yang diperuntukkan untuk
Alloh,Rosul para kerabat,anak yatim,orang orang miskin dan Ibnu sabil(orang
dalam perjalanan),yang menjadi alasan adalah supaya harta itu jangan beredar di
antara orang-orang kaya saja di antara kamu (كَيْ
لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاء مِنكُمْ).
Contoh dari
hadits
كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ
عَنْ ادَّخارِ لُحُوْمِ الأضاحِيْ لأجْلِ الدّافّةِ،كُلُوا وادّخِروا
وتصَدَّقوا(رواه النّسائِي)
“Dulu aku melarang untuk menyimpan
daging kurban,karena banyaknya tamu yang datang dari desa,maka sekarang
makanlah,simpanlah dan bershodaqohlah(daging kurban)(H.R An Nasai)”
Dalam teks hadits diatas berkumpul antara hukum dan ‘illat,yang menjadi hukum adalah bolehnya sekarang menyimpan daging kurban,yang menjadi alasan adalah karena banyaknya tamu yang datang dari desa( الدّافّةِ لأجل).disebut Dhilalah shorihah qoth'iyyah(pasti)karena ketiga lafazh tersebut tidak menunjukkan ma'na kecuali 'illat(alasan)
b.
Dhilalah shorihah zhonniyah(petunjuk
jelas yang bersifat zhinniyah/sangkaan) adalah dengan huruf yang menunjukkan
‘illat,dan bisa juga huruf tersebut menunjukkan selain ‘illat seperti huruf
lam,ba dan fa(ف،ب,ل ) seperti contoh
a.
Huruf lam(ل)
أَقِمِ الصّلاةَ لدُلوكِ
الشَّمْسِ إلى غَسَقِ اللّيْلِ(الاسرأء:87)
Dirikanlah
Sholat karena bergesernya matahari sampai tengah malam
Yang
menjadi hukum adalah perintah Sholat(أَقِمِ
الصّلاةَ) sedangkan yang menjadi Alasan adalah karena bergesernya
matahari (لدُلوكِ الشَّمْسِ ).[1] ‘
b.
Huruf ba(ب )
فَبِظُلْمٍ
مِّنَ الَّذِينَ هَادُواْ حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ طَيِّبَاتٍ أُحِلَّتْ لَهُمْ
Maka
disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas (memakan makanan)
yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka
Yang
menjadi hukum pada redaksi di atas adalah haramnya makanan yang dulu dihalalkan
bagi Yahudi(حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ طَيِّبَاتٍ
أُحِلَّتْ لَهُمْ ) dan yang menjadi ‘illat adalah karena kezholiman mereka (ُفَبِظُلْمٍ
مِّنَ الَّذِينَ هَادُواْ).[2]
c.
Huruf fa(ف )
سَها رسُولُ الله
صلَّى اللهُ عليه وسَلَّمْ فسَجَدَ(رواه أبو دود وغيره)
Rosululloh
SAW lupa(dalam sholatnya) kemudian beliau sujud.
Yang
menjadi hukum adalah sujudnya Rosululloh(sujud sahwi),dan yang menjadi
alasan(‘illat) adalah lupanya Rosululloh dalam Sholat.[3]
Tapi ke ‘illatan ketiga huruf ini tidaklah qoth’i(pasti) karena
bisa saja bermakna selain ‘illat,misalnya lam yang bermakna akibat.
فَالْتَقَطَهُ آلُ
فِرْعَوْنَ لِيَكُونَ لَهُمْ عَدُوّاً وَحَزَناً إِنَّ فِرْعَوْنَ
وَهَامَانَ وَجُنُودَهُمَا كَانُوا خَاطِئِينَ
Maka
dipungutlah ia oleh keluarga Fir'aun yang akibatnya dia menjadi musuh
dan kesedihan bagi mereka. Sesungguhnya Fir'aun dan Haman beserta tentaranya
adalah orang-orang yang bersalah.
Ba yang bermakna ta’diyyah
مَثَلُهُمْ كَمَثَلِ
الَّذِي اسْتَوْقَدَ نَاراً فَلَمَّا أَضَاءتْ مَا حَوْلَهُ ذَهَبَ اللّهُ بِنُورِهِمْ
وَتَرَكَهُمْ فِي ظُلُمَاتٍ لاَّ يُبْصِرُونَ
Perumpamaan
mereka adalah seperti orang yang menyalakan api , maka setelah api itu
menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan
membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat.
Fa yang bermakna ‘athof dan berarti kemudian
وَالَّذِي قَدَّرَ
فَهَدَى – (dan yang
menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk,)
d.
Begitu juga lafazh inna(إنّ ) dalam sabda Rosululloh SAW
قَولُ رسول الله صلّى
الله عليه وسلّم حين سُئِلَ عن سؤْرِ الهرّةِ فقال : إنّها مِنْ الطّوّافين عليكُم
والطّوّافات (رواه مسلم)
Ucapan
Rosululloh saat ditanya tentang kucing “Sesungguhnya kucing adalah binatang
yang suka mengelilingi kalian”[4]
Lafazh
Inna tidak selamanya menunjukkan ‘illat(alasan)
2)
Dhilalah ghoir shorihah adalah
nash(teks) yang didalamnya ada petunjuk yang bersifat isyarah atau petunjuk
isyarah,seperti tertibnya hukum terhadap sifat yang ditentukan atau
menyertainya sifat tersebut,maka sifat tersebut memberi isyarah bahwa
nash(lafazh) tersebut menunjukkan ‘illat,contoh QS Al Maidah :38
وَالسَّارِقُ
وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُواْ أَيْدِيَهُمَا جَزَاء بِمَا كَسَبَا نَكَالاً مِّنَ
اللّهِ
Laki-laki
yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai)
pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah
Nash diatas menunjukkan dilalah isyariah(isyarat) bahwa
sesungguhnya pencurian menjadi ‘illat diwajibkannya hukum potong tangan para
pelakunya.
Contoh lain : ucapan Rosululloh dalam sebuah hadits
لا
يَحْكُمُ أَحَدٌ بَيْنَ اثْنَيْنِ وهو غَضْبانُ(متفق عليه)
Seseorang
tidak boleh menghukumi antara dua orang yang berselisih sedangkan dia dalam
keadaan marah(Muttafaq ‘alaih).
Menyertainya
sifat marah(yang terdapat dalam nash)adalah ‘illat larangan menghukumi
Atau
dalam hadits lain
ولا يَرِثُ القاتِلُ
شيْئًا (أخرجه أبو دود)
Seorang
pembunuh tidak mendapatkan warits(dari yang dibunuhnya)
Menyertainya
sifat pembunuhan terhadap haramnya pembunuh mendapatkan warits adalah Isyarat
bahwa pembunuhan menjadi ‘illat tidak adanya hak warits.
2. Maslak kedua : Ijma
Jika seluruh Mujtahid dari ummat Nabi
Muhammad pada satu masa dari beberapa masa bersepakat terhadap ke ‘illatan satu
sifat hukum dari beberapa hukum,maka sifat tersebut adalah ‘illat untuk hukum
tersebut dengan perjalanan ijma’,contohnya :
1) Ijma para Mujtahid bahwa sesungguhnya usia
yang masih muda adalah ‘illat untuk menetapkan kekuasaan terhadap harta anak
kecil,kemudian di qiyaskan kepadanya hak menguasakan dalam pernikahan anak
kecil.
2) Ijma para Mujtahid bahwa sesungguhnya
‘illat mendahulukan saudara kandung dibanding saudara sebapak dalam urusan
warits dan saudara sekandung bisa menghijab warits saudara sebapak,dan yang
menjadi ‘illat adalah kuatnya kekerabatan saudara sekandung karena bercampurnya
nasab dari bapak dan dari ibu. Maka memungkinkan bisa di qiyaskan kepada hukum
warits hak wali nikah,maka didahulukan hak jadi walinya saudara sekandung
dibanding saudara sebapak,karena kekerabatan saudara sekandung dari arah bapak
dan ibu,sedangkan kekerabatan saudara sebapak hanya dari pihak bapak saja.
3. Maslak ketiga : Munasabah
Munasabah
atau yang disebut dengan mashlahat dan menjaga maksud. Munasabah menurut
bahasa adalah (الملَاْءَمَه =cocok).
Adapun Munasabah menurut Istilah sifat yang bisa menarik (menghasilakn)
manfa’at bagi manusia atau mencegahnya dari kerusakan,yaitu sifat dan hukum
tersebut haruslah cocok dengan syari’at hukum yang berdasarkan sifat sifat yang
terlihat mashlahat dan yang dimaksud oleh penetap syari’at(Alloh SWT) yaitu
menarik manfa’at untuk manusia dan mencegah madhorot dari mereka. Dan seorang Mujtahid
tidak mencari maslak(jalan ini) kecuali jika dia tidak menemukan nash Al
Qur’an/Hadits atau Ijma yang menunjukkan ‘illat,maka dia mencari ‘illat dari
sifat sifat yang munasabah/sesuai terhadap hukum,dan apabila dia menemukan
sifat sifat yang cocok untuk hukum,maka dia menjadikan sifat sifat tersebut
sebagai ‘illat untuk hukum.
Contoh dari maslak tersebut adalah tetapnya
hak wilayah(menentukan pasangan dan memaksa) bagi seorang bapa dalam menikahkan
anak gadisnya yang masih kecil. Ini adalah hukum syara yang ‘illatnya tidak
ditentukan nash Al Qur’an atau Sunnah dan Hadits. Mujtahid mencari sifat sifat
yang ada dalam mahal(tempat) hukum dan memilih sifat yang sesuai. Dalam tempat
hukum dari permasalahan ini ada dua sifat,yaitu kegadisan(gadis) dan usia
muda(shogro). Dan dalam mencari ‘illat yang sesuai dengan hukum para Mujtahid
berbeda pendapat,diantara mereka ada yang memilih shogro(usia kecil) untuk
menjadi ‘illat hukum dan tidak memilih kabaroh(kegadisan),karena shogro(usia
kecil/muda) yang menjadi penyebabnya anak kecil tidak mampu menemukan maslahat
dari apa yang dia lakukan. Dan tidak diragukan lagi bahwa sesungguhnya
mengaitkan hak wali dalam nikah dengan shogro adalah mengakibatkan tercegahnya
madhorot dari usia kecil(shogro). Dan mencega kemadharatan adalah diantara
maslahat maslahat yang dimaksud Alloh Subhanahu Wa Ta’ala. Maka jadilah shogro
sebagai sifat yang sesuai terhadap hukum. Adapun kabaroh(kegadisan)tidak bisa
dijadikan ‘illat hukum,karena sesungguhnya gadi yang sudah besar(dewasa) yang
baligh,berakal,faham-walaupun dia gadis- bukanlah orang yang tidak mampu menemukan maslahat dalam
pernikahannya,jadi seorang bapak tidak ada hak wilayah(menentukan pilihan dan
memaksa) kepadanya. Ini adalah pendapat Hanafiyyah
Adapun mayoritas ‘Ulama Fiqih mereka
menganggap kabaroh(kegadisan) sesuai dengan tetapnya hukum wilayah kepada anak
gadis. Karena seorang gadis-walaupun usianya dewasa dan baligh-tidak mampu
menemukan maslahat dari pernikahannya,karena tidak adanya keilmuan(pengalaman)
tentang keadaan pernikahan dan tidak adanya pengetahuan tentang laki laki.[5]
Maslakul ‘illat munasabah dianggap sebagai
maslak yang paling penting untuk mengetahui ke ‘illatan,karena Munasabah adalah
asas(dasar) yang dijadikan sandaran para Ahli Fiqih dalam banyak masalah
fiqhiyyah. Banyak sekali Mujtahid yang berargumen dalam mengetahui ‘illat
dengan munasabah, dan ini adalah cara berijtihad dan memikirkan beberapa sifat.
Dan jalan ini telah menjadi sebab sebab dari sebab(alasan) yang banyak antara
ulama ahli fiqih dalam hukum hukum yang dihasilkan dengan cara qiyas,karena
banyaknya sifat(‘illat) dan perbedaannya,dan perbedaan mereka dalam memilih
‘illat yang sesuai.
4. Maslak keempat : Sabr,Taqsim atau
Takhrijul Manath
Sabr( السَّبْرُ) menurut
bahasa adalah الاخْتِبارُ=mencoba,dikatakan
dalam contoh سَبَرَ الامْرَ yaitu جَرَّبَهُ=mencobanya
dan اخْتَبَرَهُ=mengujinya.
Adapun Taqsim adalah التّرَدُّدُ =bolak
balik, التِّكْرَارُ=mengulang, الاخْتِبَارُ = meguji.
Sabr dan Taqsim adalah sebutan atau Istilah untuk satu perkara. Yaitu
menentukan sifat sifat yang ada dalam Al Ashlu(Asal) dan membatalkan sifat
sifat yang tidak layak dari Asal untuk dijadikan ‘illat sehingga tetap pada satu
sifat(‘illat) yang ditentukan. Adapun Sabr menurut Ulama Ushul adalah
menentukan sifat sifat yang diduga kuat(diyakini) sesuai untuk dijadikan
‘illat,dan menyeleksi ‘illat antara sifat sifat yang berbeda. Contohnya telah
ada pada Nash tentang haramnya Khomr,tetapi dalam nash tersebut tidak ada dalil
yang menunjukkan ‘illat hukum. Kemudian Mujtahid berijtihad dalam menentukan
sifat sifat. Yaitu khomr adalah perasan anggur,mencair,memabukkan dan
mempunyai bau yang khas. Kemudian Mujtahid menguji keempat sifat tadi dan
menyeleksi setiap sifat dan memisahkan serta memeriksa syarat syarat ‘illat.
Kemudian Mujtahid menjauhkan(mendiskualifikasi) perasan anggur,karena
sifat ini terbatas dan tidak ditemukan pada maqis ‘alaih(yang di qiyaskan
seperti heroin yang berbentuk serbuk dan ganja yang berasal dari daun) dan
menjauhkan (mendiskualifikasi) mencair dan berbau khas karena
keduanya tidak sesuai,maka tersisalah iskar(memabukkan) yaitu sifat yang
sesuai serta tetap(bisa untuk semua orang dan situasi),dan jadilah Iskar
tersebut sebagai ‘illat hukum.
Maslak ini disebut juga takhrijut manath. Dan yang dimaksud
takhrijul manath menurut ulama ushul fiqh adalah Ijtihad dalam menyimpulkan
sifat yang sesuai terhadap hukum. Dan hal tersebut dengan jalan
sabr(mencoba),taqsim(membagi),istib’ad(mendiskualifikasi) sifat sifat yang
tidak masuk(sesuai)menjadi ‘illat,dan memilih sifat yang sesuai terhadap hukum
dan menjadikannya ‘illat yang bisa berjalan(ditetapkan) hukum karenanya baik
adanya atau tidak adanya. Dan disebut takhrijul manath karena Mujtahid mencari
manath(tempat bergantung) yaitu ‘illat dan mengeluarkan serta menzhahirkannya
setelah sebelumnya tidak dikenal.
5. Maslak kelima : Tanqiihul Manath
Tanqiih(تَنْقِيْح )menurut
bahasa adalah تَهْذِيْب =
mengoreksi dan تَمْيِيْز =memisahkan. Yang disebut manath adalah ‘illat.
Yang dimaksud dengan Tanqiihul manath adalah mengoreksi ‘illat dan
memisahkannya dari sifat sifat yang tersisa yang telah diceritakan dalam nash
yang tida termasuk dalam ‘illat. Adapun makna Tanqiihul Manath menurut ulama
ushul adalah” mengikutkan far’u kepada ashal dengan membatalkan yang berbeda”.
Contohnya adalah kisah seorang Arab yang yang senggaja menjima’ istrinya pada
siang hari di bulan Romadhon,maka Rosululloh telah mewajibkan kifarat,dan nash
ini telah menunjukkan dengan perantaraan wahyu bahwa ‘illat kepada laki laki tersebut adalah apa yang
terjadi kepadanya,dan apa yang terjadi kepadanya berupa jima’,jima’ pada siang
hari di bulan romadhon kepada istrinya,dan telah dengan senggaja membatalkan
shaum adalah laki laki arab. Semua sifat sifat tersebut telah diceritakan dalam
nash[6].
Dan bagi seorang Mujtahid harus mengedepankan sifat sifat ini,menjauhkan sifat
sifat yang tidak cocok menjadi ‘illat dan menetapkan sifat yang dipandang layak
menjadi ‘illat. Para Ulama Fiqih berbeda pendapat dalam meng-‘illati hukum
dalam masalah ini(wajib kifarat). ‘Illat menurut Syafi’iyyah dan Hanabilah
adalah membatalkan shaum pada siang hari dengan jima yang disenggaja.
Berdasarkan ‘illat ini apabila seseorang senggaja membatalkan shaum dengan
selain jima maka tidak mengharuskan kifarat.
‘Illat menurut Hanafiyah dan Malikiyah adalah pelanggaran
terhadap kehormatan bulan Romadhon dengan senggaja membatalkan shaumnya,maka(natijah
qiyasnya adalah)setiap orang yang membatalkan shaum dengan senggaja baik dengan
jima’ ataupun selainnya seperti makan,minum tetap wajib kifarat. Dan kedua
kelompok ini telah membatalkan sifat sifat yang tersisa dan menetapkan sifat
sifat yang terpilih.
Dan perbedaan antara Sibr dan Taqsim dan Tanqiihul Manath adalah :
‘Illat dalam Sibr dan Taqsim sama sekali tidak ada dalam nash,dan Mujtahid
mencari setiap sifat yang memungkinkan kemudian mengujinya. Adapun ‘illat pada
Tanqiihul Manath ada didalam nash,akan tetapi tersimpan dalam sifat sifat yang
banyak.dan Mujtahid menyaring ‘illat dan memisahkan ‘illat yang tidak layak
dijadikan ‘illat.
6. Maslak keenam : Tahqiiqul Manath
Adalah melihat dan memikirkan adanya ‘illat
yang tetap dari maslak mana saja pada masalah masalah yang baru yang tidak ada
nash terkait hukumnya. Hal tersebut dilakukan agar melewatkan hukum asal yang
sudah di ‘illati dengan ‘illat ini kepada Far’u yang ditemukan ‘illat yang
sama.
Berdasarkan hal ini apabila ada ‘illat
haramnya khomr yaitu iskar(memabukkan),dan Mujtahid melihat pada bahan(materi)
lain yang memabukkan maka mengikuti hukum khor yaitu haram. Begitu juga urusan
yang dinisbatkan kepada haidh dan Nifas,’illat menjauhi istri istri yang sedang
haidh adalah karena kotoran,begitu juga istri yang sedang nifas[7]. Maka
pekerjaan mujtahid dalam tahqiiqul manath adalah memeriksa adanya ‘illat hukum
pada ashlu dan far’u dengan cara mencari ‘illat dalam far’u,apabila ada ‘illat
pada far’u maka hukum aslu melewati far’u,apabila tidak ada ‘illat maka hukum
tidak bisa melewati dari ashlu kepada far’u.
[1]
Yang dimaksud adalah sholat
zhuhur yang waktunya mulai bergesernya matahari dari istiwa(tengah langit), ‘illat dengan haraf jar lam bersifat zhonniyah(dugaan) karena
huruf jar lam bisa juga bermakna selain ‘illat seperti lil milki(milik) atau
litta’diyah(memuta’addikan).
[2] ’illat dengan
haraf jar ba bersifat zhonniyah(dugaan) karena huruf jar ba bisa juga bermakna
selain sebab(sababiyah) seperti litta’diyah(memuta’addikan),isti’anah(meminta
pertolongan) dll.
[3] Fa
dalam kalimat ini bermakna ‘illat yang bersifat zhonniyah,karena bisa saja
huruf fa tidak bermakna ‘illat misalnya bermakna huruf ‘athof
[4]
Contoh lain dalam QS Al Isro ayat 32
وَلاَ
تَقْرَبُواْ الزِّنَى إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاء سَبِيلاً
Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya
zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.-yang
menjadi hukum adalah larangan mendekati zina,dan yang menjadi alasan bahwa zina
perbuatan keji dan jalan yang buruk,’illat tersebut diungkapkan dengan kata
“Inna”
[5]
Istinbath dari perbedaan pendapat tentang ‘illat hak wilayah dalam
pernikahan(menentukan pasangan dan memaksa) bagi orang tua(yang disebut wali
mujbir) adalah
1. Menurut pendapat Hanafiyah yang menjadi ‘illat adalah usia muda(
الصّغْر) yang natijahnya “seorang bapak bisa
menjadi wali mujbir hanya bagi anak gadis yang usianya masih muda,adapun anak
gadis yang usianya sudah dewasa,bapak tidak bisa menjadi wali mujbir(dalam arti
anak gadis usianya sudah dewasa boleh menentukan pilihan sendiri dan jangan
dipaksa sesuai keinginan bapaknya).
2. Menurut pendapat Mayoritas ‘ulama yang menjadi ‘illat adalah kegadisan(
البَكَارة)
jadi natijahnya “seorang bapak bisa menjadi wali mujbir untuk semua anak gadis
walaupun usianya sudah matang/dewasa”
[6]
Yang menjadi ‘illat bagi wajibnya kafarat berupa shaum ada 4 yang semuanya
disebutkan dalam nash,yaitu :
1. Apa yang terjadi kepada laki laki arab tersebut.
2. Yang terjadi kepada laki laki arab tersebut adalah jima’.
3. Jima’ di bulan Romadhon kepada istrinya.
4. Jima’ di bulan Romadhon tersebut dilakukan dengan senggaja.
[7]
Dalil menjauhi wanita yang sedang haidh ada di Qs Al Baqoroh :222
وَيَسْأَلُونَكَ
عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُواْ النِّسَاء فِي الْمَحِيضِ
Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah:
"Haidh itu adalah suatu kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu
menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh
Dalam ayat ini hanya perintah menjauhi wanita yang
sedang haidh,sedangkan wanita yang sedang nifas diqiyaskan kepada ayat
ini,karena 'illat nya sama antara haidh dan nifas,yaitu sama sama kotoran.