Cara Mencari Illat

 

CARA CARA MENCARI ‘ILLAT( مَسْلَكُ العِلّة)

Yang dimaksud dengan (مَسْلَكُ العِلّة ) adalah ( الطُّرُقْ=banyak jalan) yang bisa menyampaikan kepada ‘illat atau untuk mengetahui ‘illat,dan memungkinkan untuk berhenti pada ‘illat yang bisa menyampaikan dalil yang menunjukkan kepada ‘illat.

Setiap dalil yang yang bisa menyampaikan kepada kita terhadap ‘illat maka disebut thoriq atau maslak(yang arti keduanya adalah jalan) untuk mengetahui ‘illat yang hukum di-syari’atkan karenanya(‘illat).

Maslakul ‘illat berjumlah banyak,diantaranya :

1.      Maslak pertama : Nash terhadap ‘illat

Nash terhadap ‘illat adalah ‘illat yang menunjukkan nash yang terdapat dalam Al Qur’an dan Sunnah,disebut juga nash manshushoh(‘illat yang di-nash-kan/dituliskan,karena ‘illatnya berbentuk nash yang sudah ada dalam teks Al Qur’an/Sunnah),’Illat ini terkadang bentuknya shorih(jelas) dan terkadang berbentuk tidak shorih(tidak jelas) yaitu yang berbentuk isyarat atau petunjuk isyarat.

1)      Dhilalah Shorihah ‘alal ‘illiyyah(petunjuk yang jelas terhadap ke’illatan) adalah petunjuk lafzhiah yang ada dalam nash(teks) yang bersifat lughowi(bahasa),dilalah shorihah terbagi 2

a.       Dhilalah shorihah qoth’iyyah(petunjuk jelas yang bersifat pasti) seperti lafazh مِنْ أَجْلِ ,لِأجْلِ ,atau لِكَيْ . seperti firman Alloh Ta’ala QS. Al Maidah : 32

مِنْ أَجْلِ ذَلِكَ كَتَبْنَا عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنَّهُ مَن قَتَلَ نَفْساً بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعاً وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعاً

Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain , atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya . Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.

Yang menjadi hukum adalah Alloh menetapkan kepada Bani Isroil bahwa barang siapa yang membunuh satu manusia sama dengan membunuh semuanya dan yang membiarkan hidup satu manusia maka sama dengan membiarkan hidup seluruhnya,sedangkan yang menjadi ‘illat adalah lafazh مِنْ أَجْلِ ذَلِكَ yang berarti karena jeleknya pembunuhan.

Contoh lain QS. Al Hasyr : 7

مَّا أَفَاء اللَّهُ عَلَى رَسُولِهِ مِنْ أَهْلِ الْقُرَى فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاء مِنكُمْ وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.

Yang menjadi hukum adalah pembagian harta rampasan perang dan zakat yang diperuntukkan untuk Alloh,Rosul para kerabat,anak yatim,orang orang miskin dan Ibnu sabil(orang dalam perjalanan),yang menjadi alasan adalah supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu    (كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاء مِنكُمْ).

 

Contoh dari hadits

كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ ادَّخارِ لُحُوْمِ الأضاحِيْ لأجْلِ الدّافّةِ،كُلُوا وادّخِروا وتصَدَّقوا(رواه النّسائِي)

“Dulu aku melarang untuk menyimpan daging kurban,karena banyaknya tamu yang datang dari desa,maka sekarang makanlah,simpanlah dan bershodaqohlah(daging kurban)(H.R An Nasai)”

Dalam teks hadits diatas berkumpul antara hukum dan ‘illat,yang menjadi hukum adalah bolehnya sekarang menyimpan daging kurban,yang menjadi alasan adalah karena banyaknya tamu yang datang dari desa( الدّافّةِ لأجل).disebut Dhilalah shorihah qoth'iyyah(pasti)karena ketiga lafazh tersebut tidak menunjukkan ma'na kecuali 'illat(alasan)

b.      Dhilalah shorihah zhonniyah(petunjuk jelas yang bersifat zhinniyah/sangkaan) adalah dengan huruf yang menunjukkan ‘illat,dan bisa juga huruf tersebut menunjukkan selain ‘illat seperti huruf lam,ba dan fa(ف،ب,ل ) seperti contoh

a.       Huruf lam(ل)

أَقِمِ الصّلاةَ لدُلوكِ الشَّمْسِ إلى غَسَقِ اللّيْلِ(الاسرأء:87)

Dirikanlah Sholat karena bergesernya matahari sampai tengah malam

Yang menjadi hukum adalah perintah Sholat(أَقِمِ الصّلاةَ) sedangkan yang menjadi Alasan adalah karena bergesernya matahari (لدُلوكِ الشَّمْسِ ).[1]

b.      Huruf ba(ب )

فَبِظُلْمٍ مِّنَ الَّذِينَ هَادُواْ حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ طَيِّبَاتٍ أُحِلَّتْ لَهُمْ

Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka

Yang menjadi hukum pada redaksi di atas adalah haramnya makanan yang dulu dihalalkan bagi Yahudi(حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ طَيِّبَاتٍ أُحِلَّتْ لَهُمْ ) dan yang menjadi ‘illat adalah karena kezholiman mereka (ُفَبِظُلْمٍ مِّنَ الَّذِينَ هَادُواْ).[2]

c.       Huruf fa(ف )

سَها رسُولُ الله صلَّى اللهُ عليه وسَلَّمْ فسَجَدَ(رواه أبو دود وغيره)

Rosululloh SAW lupa(dalam sholatnya) kemudian beliau sujud.

Yang menjadi hukum adalah sujudnya Rosululloh(sujud sahwi),dan yang menjadi alasan(‘illat) adalah lupanya Rosululloh dalam Sholat.[3]

Tapi ke ‘illatan ketiga huruf ini tidaklah qoth’i(pasti) karena bisa saja bermakna selain ‘illat,misalnya lam yang bermakna akibat.

فَالْتَقَطَهُ آلُ فِرْعَوْنَ لِيَكُونَ لَهُمْ عَدُوّاً وَحَزَناً إِنَّ فِرْعَوْنَ وَهَامَانَ وَجُنُودَهُمَا كَانُوا خَاطِئِينَ

Maka dipungutlah ia oleh keluarga Fir'aun yang akibatnya dia menjadi musuh dan kesedihan bagi mereka. Sesungguhnya Fir'aun dan Haman beserta tentaranya adalah orang-orang yang bersalah.

Ba yang bermakna ta’diyyah

مَثَلُهُمْ كَمَثَلِ الَّذِي اسْتَوْقَدَ نَاراً فَلَمَّا أَضَاءتْ مَا حَوْلَهُ ذَهَبَ اللّهُ بِنُورِهِمْ وَتَرَكَهُمْ فِي ظُلُمَاتٍ لاَّ يُبْصِرُونَ

Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api , maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat.

Fa yang bermakna ‘athof dan berarti kemudian

وَالَّذِي قَدَّرَ فَهَدَى – (dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk,)

d.      Begitu juga lafazh inna(إنّ ) dalam sabda Rosululloh SAW

قَولُ رسول الله صلّى الله عليه وسلّم حين سُئِلَ عن سؤْرِ الهرّةِ فقال : إنّها مِنْ الطّوّافين عليكُم والطّوّافات (رواه مسلم)

Ucapan Rosululloh saat ditanya tentang kucing “Sesungguhnya kucing adalah binatang yang suka mengelilingi kalian”[4]

Lafazh Inna tidak selamanya menunjukkan ‘illat(alasan)

2)      Dhilalah ghoir shorihah adalah nash(teks) yang didalamnya ada petunjuk yang bersifat isyarah atau petunjuk isyarah,seperti tertibnya hukum terhadap sifat yang ditentukan atau menyertainya sifat tersebut,maka sifat tersebut memberi isyarah bahwa nash(lafazh) tersebut menunjukkan ‘illat,contoh QS Al Maidah :38

وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُواْ أَيْدِيَهُمَا جَزَاء بِمَا كَسَبَا نَكَالاً مِّنَ اللّهِ

Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah

Nash diatas menunjukkan dilalah isyariah(isyarat) bahwa sesungguhnya pencurian menjadi ‘illat diwajibkannya hukum potong tangan para pelakunya.

Contoh lain : ucapan Rosululloh dalam sebuah hadits

لا يَحْكُمُ أَحَدٌ بَيْنَ اثْنَيْنِ وهو غَضْبانُ(متفق عليه)

Seseorang tidak boleh menghukumi antara dua orang yang berselisih sedangkan dia dalam keadaan marah(Muttafaq ‘alaih).

Menyertainya sifat marah(yang terdapat dalam nash)adalah ‘illat larangan menghukumi

Atau dalam hadits lain

ولا يَرِثُ القاتِلُ شيْئًا (أخرجه أبو دود)

Seorang pembunuh tidak mendapatkan warits(dari yang dibunuhnya)

Menyertainya sifat pembunuhan terhadap haramnya pembunuh mendapatkan warits adalah Isyarat bahwa pembunuhan menjadi ‘illat tidak adanya hak warits.

2.      Maslak kedua : Ijma

Jika seluruh Mujtahid dari ummat Nabi Muhammad pada satu masa dari beberapa masa bersepakat terhadap ke ‘illatan satu sifat hukum dari beberapa hukum,maka sifat tersebut adalah ‘illat untuk hukum tersebut dengan perjalanan ijma’,contohnya :

1)      Ijma para Mujtahid bahwa sesungguhnya usia yang masih muda adalah ‘illat untuk menetapkan kekuasaan terhadap harta anak kecil,kemudian di qiyaskan kepadanya hak menguasakan dalam pernikahan anak kecil.

2)      Ijma para Mujtahid bahwa sesungguhnya ‘illat mendahulukan saudara kandung dibanding saudara sebapak dalam urusan warits dan saudara sekandung bisa menghijab warits saudara sebapak,dan yang menjadi ‘illat adalah kuatnya kekerabatan saudara sekandung karena bercampurnya nasab dari bapak dan dari ibu. Maka memungkinkan bisa di qiyaskan kepada hukum warits hak wali nikah,maka didahulukan hak jadi walinya saudara sekandung dibanding saudara sebapak,karena kekerabatan saudara sekandung dari arah bapak dan ibu,sedangkan kekerabatan saudara sebapak hanya dari pihak bapak saja.

3.      Maslak ketiga : Munasabah

Munasabah  atau yang disebut dengan mashlahat dan menjaga maksud. Munasabah menurut bahasa adalah (الملَاْءَمَه =cocok). Adapun Munasabah menurut Istilah sifat yang bisa menarik (menghasilakn) manfa’at bagi manusia atau mencegahnya dari kerusakan,yaitu sifat dan hukum tersebut haruslah cocok dengan syari’at hukum yang berdasarkan sifat sifat yang terlihat mashlahat dan yang dimaksud oleh penetap syari’at(Alloh SWT) yaitu menarik manfa’at untuk manusia dan mencegah madhorot dari mereka. Dan seorang Mujtahid tidak mencari maslak(jalan ini) kecuali jika dia tidak menemukan nash Al Qur’an/Hadits atau Ijma yang menunjukkan ‘illat,maka dia mencari ‘illat dari sifat sifat yang munasabah/sesuai terhadap hukum,dan apabila dia menemukan sifat sifat yang cocok untuk hukum,maka dia menjadikan sifat sifat tersebut sebagai ‘illat untuk hukum.

Contoh dari maslak tersebut adalah tetapnya hak wilayah(menentukan pasangan dan memaksa) bagi seorang bapa dalam menikahkan anak gadisnya yang masih kecil. Ini adalah hukum syara yang ‘illatnya tidak ditentukan nash Al Qur’an atau Sunnah dan Hadits. Mujtahid mencari sifat sifat yang ada dalam mahal(tempat) hukum dan memilih sifat yang sesuai. Dalam tempat hukum dari permasalahan ini ada dua sifat,yaitu kegadisan(gadis) dan usia muda(shogro). Dan dalam mencari ‘illat yang sesuai dengan hukum para Mujtahid berbeda pendapat,diantara mereka ada yang memilih shogro(usia kecil) untuk menjadi ‘illat hukum dan tidak memilih kabaroh(kegadisan),karena shogro(usia kecil/muda) yang menjadi penyebabnya anak kecil tidak mampu menemukan maslahat dari apa yang dia lakukan. Dan tidak diragukan lagi bahwa sesungguhnya mengaitkan hak wali dalam nikah dengan shogro adalah mengakibatkan tercegahnya madhorot dari usia kecil(shogro). Dan mencega kemadharatan adalah diantara maslahat maslahat yang dimaksud Alloh Subhanahu Wa Ta’ala. Maka jadilah shogro sebagai sifat yang sesuai terhadap hukum. Adapun kabaroh(kegadisan)tidak bisa dijadikan ‘illat hukum,karena sesungguhnya gadi yang sudah besar(dewasa) yang baligh,berakal,faham-walaupun dia gadis- bukanlah orang yang  tidak mampu menemukan maslahat dalam pernikahannya,jadi seorang bapak tidak ada hak wilayah(menentukan pilihan dan memaksa) kepadanya. Ini adalah pendapat Hanafiyyah

Adapun mayoritas ‘Ulama Fiqih mereka menganggap kabaroh(kegadisan) sesuai dengan tetapnya hukum wilayah kepada anak gadis. Karena seorang gadis-walaupun usianya dewasa dan baligh-tidak mampu menemukan maslahat dari pernikahannya,karena tidak adanya keilmuan(pengalaman) tentang keadaan pernikahan dan tidak adanya pengetahuan tentang laki laki.[5]

Maslakul ‘illat munasabah dianggap sebagai maslak yang paling penting untuk mengetahui ke ‘illatan,karena Munasabah adalah asas(dasar) yang dijadikan sandaran para Ahli Fiqih dalam banyak masalah fiqhiyyah. Banyak sekali Mujtahid yang berargumen dalam mengetahui ‘illat dengan munasabah, dan ini adalah cara berijtihad dan memikirkan beberapa sifat. Dan jalan ini telah menjadi sebab sebab dari sebab(alasan) yang banyak antara ulama ahli fiqih dalam hukum hukum yang dihasilkan dengan cara qiyas,karena banyaknya sifat(‘illat) dan perbedaannya,dan perbedaan mereka dalam memilih ‘illat yang sesuai.

4.      Maslak keempat : Sabr,Taqsim atau Takhrijul Manath

Sabr( السَّبْرُ) menurut bahasa adalah  الاخْتِبارُ=mencoba,dikatakan dalam contoh سَبَرَ الامْرَ yaitu جَرَّبَهُ=mencobanya dan  اخْتَبَرَهُ=mengujinya. Adapun Taqsim adalah التّرَدُّدُ =bolak balik,   التِّكْرَارُ=mengulang, الاخْتِبَارُ = meguji.

Sabr dan Taqsim adalah sebutan atau Istilah untuk satu perkara. Yaitu menentukan sifat sifat yang ada dalam Al Ashlu(Asal) dan membatalkan sifat sifat yang tidak layak dari Asal untuk dijadikan ‘illat sehingga tetap pada satu sifat(‘illat) yang ditentukan.  Adapun Sabr menurut Ulama Ushul adalah menentukan sifat sifat yang diduga kuat(diyakini) sesuai untuk dijadikan ‘illat,dan menyeleksi ‘illat antara sifat sifat yang berbeda. Contohnya telah ada pada Nash tentang haramnya Khomr,tetapi dalam nash tersebut tidak ada dalil yang menunjukkan ‘illat hukum. Kemudian Mujtahid berijtihad dalam menentukan sifat sifat. Yaitu khomr adalah perasan anggur,mencair,memabukkan dan mempunyai bau yang khas. Kemudian Mujtahid menguji keempat sifat tadi dan menyeleksi setiap sifat dan memisahkan serta memeriksa syarat syarat ‘illat. Kemudian Mujtahid menjauhkan(mendiskualifikasi) perasan anggur,karena sifat ini terbatas dan tidak ditemukan pada maqis ‘alaih(yang di qiyaskan seperti heroin yang berbentuk serbuk dan ganja yang berasal dari daun) dan menjauhkan (mendiskualifikasi) mencair dan berbau khas karena keduanya tidak sesuai,maka tersisalah iskar(memabukkan) yaitu sifat yang sesuai serta tetap(bisa untuk semua orang dan situasi),dan jadilah Iskar tersebut sebagai ‘illat hukum.

Maslak ini disebut juga takhrijut manath. Dan yang dimaksud takhrijul manath menurut ulama ushul fiqh adalah Ijtihad dalam menyimpulkan sifat yang sesuai terhadap hukum. Dan hal tersebut dengan jalan sabr(mencoba),taqsim(membagi),istib’ad(mendiskualifikasi) sifat sifat yang tidak masuk(sesuai)menjadi ‘illat,dan memilih sifat yang sesuai terhadap hukum dan menjadikannya ‘illat yang bisa berjalan(ditetapkan) hukum karenanya baik adanya atau tidak adanya. Dan disebut takhrijul manath karena Mujtahid mencari manath(tempat bergantung) yaitu ‘illat dan mengeluarkan serta menzhahirkannya setelah sebelumnya tidak dikenal.

5.      Maslak kelima : Tanqiihul Manath

Tanqiih(تَنْقِيْح )menurut bahasa adalah تَهْذِيْب = mengoreksi dan تَمْيِيْز  =memisahkan. Yang disebut manath adalah ‘illat. Yang dimaksud dengan Tanqiihul manath adalah mengoreksi ‘illat dan memisahkannya dari sifat sifat yang tersisa yang telah diceritakan dalam nash yang tida termasuk dalam ‘illat. Adapun makna Tanqiihul Manath menurut ulama ushul adalah” mengikutkan far’u kepada ashal dengan membatalkan yang berbeda”. Contohnya adalah kisah seorang Arab yang yang senggaja menjima’ istrinya pada siang hari di bulan Romadhon,maka Rosululloh telah mewajibkan kifarat,dan nash ini telah menunjukkan dengan perantaraan wahyu bahwa ‘illat  kepada laki laki tersebut adalah apa yang terjadi kepadanya,dan apa yang terjadi kepadanya berupa jima’,jima’ pada siang hari di bulan romadhon kepada istrinya,dan telah dengan senggaja membatalkan shaum adalah laki laki arab. Semua sifat sifat tersebut telah diceritakan dalam nash[6]. Dan bagi seorang Mujtahid harus mengedepankan sifat sifat ini,menjauhkan sifat sifat yang tidak cocok menjadi ‘illat dan menetapkan sifat yang dipandang layak menjadi ‘illat. Para Ulama Fiqih berbeda pendapat dalam meng-‘illati hukum dalam masalah ini(wajib kifarat). ‘Illat menurut Syafi’iyyah dan Hanabilah adalah membatalkan shaum pada siang hari dengan jima yang disenggaja. Berdasarkan ‘illat ini apabila seseorang senggaja membatalkan shaum dengan selain jima maka tidak mengharuskan kifarat.

‘Illat menurut Hanafiyah dan Malikiyah adalah pelanggaran terhadap kehormatan bulan Romadhon dengan senggaja membatalkan shaumnya,maka(natijah qiyasnya adalah)setiap orang yang membatalkan shaum dengan senggaja baik dengan jima’ ataupun selainnya seperti makan,minum tetap wajib kifarat. Dan kedua kelompok ini telah membatalkan sifat sifat yang tersisa dan menetapkan sifat sifat yang terpilih.

Dan perbedaan antara Sibr dan Taqsim dan Tanqiihul Manath adalah : ‘Illat dalam Sibr dan Taqsim sama sekali tidak ada dalam nash,dan Mujtahid mencari setiap sifat yang memungkinkan kemudian mengujinya. Adapun ‘illat pada Tanqiihul Manath ada didalam nash,akan tetapi tersimpan dalam sifat sifat yang banyak.dan Mujtahid menyaring ‘illat dan memisahkan ‘illat yang tidak layak dijadikan ‘illat.

6.      Maslak keenam : Tahqiiqul Manath

Adalah melihat dan memikirkan adanya ‘illat yang tetap dari maslak mana saja pada masalah masalah yang baru yang tidak ada nash terkait hukumnya. Hal tersebut dilakukan agar melewatkan hukum asal yang sudah di ‘illati dengan ‘illat ini kepada Far’u yang ditemukan ‘illat yang sama.

Berdasarkan hal ini apabila ada ‘illat haramnya khomr yaitu iskar(memabukkan),dan Mujtahid melihat pada bahan(materi) lain yang memabukkan maka mengikuti hukum khor yaitu haram. Begitu juga urusan yang dinisbatkan kepada haidh dan Nifas,’illat menjauhi istri istri yang sedang haidh adalah karena kotoran,begitu juga istri yang sedang nifas[7]. Maka pekerjaan mujtahid dalam tahqiiqul manath adalah memeriksa adanya ‘illat hukum pada ashlu dan far’u dengan cara mencari ‘illat dalam far’u,apabila ada ‘illat pada far’u maka hukum aslu melewati far’u,apabila tidak ada ‘illat maka hukum tidak bisa melewati dari ashlu kepada far’u.

 



[1] Yang dimaksud adalah sholat zhuhur yang waktunya mulai bergesernya matahari dari istiwa(tengah langit), ‘illat dengan haraf jar lam bersifat zhonniyah(dugaan) karena huruf jar lam bisa juga bermakna selain ‘illat seperti lil milki(milik) atau litta’diyah(memuta’addikan).

[2] ’illat dengan haraf jar ba bersifat zhonniyah(dugaan) karena huruf jar ba bisa juga bermakna selain sebab(sababiyah) seperti litta’diyah(memuta’addikan),isti’anah(meminta pertolongan) dll.

[3] Fa dalam kalimat ini bermakna ‘illat yang bersifat zhonniyah,karena bisa saja huruf fa tidak bermakna ‘illat misalnya bermakna huruf ‘athof

[4] Contoh lain dalam QS Al Isro ayat 32

وَلاَ تَقْرَبُواْ الزِّنَى إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاء سَبِيلاً

Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.-yang menjadi hukum adalah larangan mendekati zina,dan yang menjadi alasan bahwa zina perbuatan keji dan jalan yang buruk,’illat tersebut diungkapkan dengan kata “Inna”

[5] Istinbath dari perbedaan pendapat tentang ‘illat hak wilayah dalam pernikahan(menentukan pasangan dan memaksa) bagi orang tua(yang disebut wali mujbir) adalah

1.       Menurut pendapat Hanafiyah yang menjadi ‘illat adalah usia muda( الصّغْر) yang natijahnya “seorang bapak bisa menjadi wali mujbir hanya bagi anak gadis yang usianya masih muda,adapun anak gadis yang usianya sudah dewasa,bapak tidak bisa menjadi wali mujbir(dalam arti anak gadis usianya sudah dewasa boleh menentukan pilihan sendiri dan jangan dipaksa sesuai keinginan bapaknya).

2.       Menurut pendapat Mayoritas ‘ulama yang menjadi ‘illat adalah kegadisan( البَكَارة) jadi natijahnya “seorang bapak bisa menjadi wali mujbir untuk semua anak gadis walaupun usianya sudah matang/dewasa”

[6] Yang menjadi ‘illat bagi wajibnya kafarat berupa shaum ada 4 yang semuanya disebutkan dalam nash,yaitu :

1.       Apa yang terjadi kepada laki laki arab tersebut.

2.       Yang terjadi kepada laki laki arab tersebut adalah jima’.

3.       Jima’ di bulan Romadhon kepada istrinya.

4.       Jima’ di bulan Romadhon tersebut dilakukan dengan senggaja.

[7] Dalil menjauhi wanita yang sedang haidh ada di Qs Al Baqoroh :222

وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُواْ النِّسَاء فِي الْمَحِيضِ

Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh

Dalam ayat ini hanya perintah menjauhi wanita yang sedang haidh,sedangkan wanita yang sedang nifas diqiyaskan kepada ayat ini,karena 'illat nya sama antara haidh dan nifas,yaitu sama sama kotoran.

Da'wah adalah keajiban kita bersama,dengan blog ini hendak melaksanakan kewajiban tersebut.

Share this

Add Comments


EmoticonEmoticon