Rukun Qiyas

 

RUKUN QIYAS

 

Qiyas mempunyai Empat rukun,yaitu : Aslu(Asal),hukum asal,cabang dan ‘Illat(alasan hukum)

1.      Asal(Al Aslu)

Asal adalah sesuatu yang hukumnya sudah ditetapkan oleh nash(Al Qur’an dan Sunnah) dan Ijma’ atau tempat hukum yang sudah di nash-kan,seperti Khomr apabila di qiyaskan kepadanya perkara perkara yang lain yang memabukkan.

2.      Hukum Asal

Hukum Asal adalah hukum yang sudah di nash-kan(di tetapkan/dituliskan) dalam Al Qur’an dan Sunnah,seperti haramnya khomr dengan Firman Alloh SWT.Al Maidah :90

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالأَنصَابُ وَالأَزْلاَمُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

‘’Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah , adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.’’

Syarat Hukum Asal

1)      Hukum Asal yang akan di ikutkan kepadanya Far’u adalah hukum terkait amaliyyah(pekerjaan) yang masih berlaku dan tidak di nasakh[1]. Karena qiyas dalam fiqih haruslah terkait hukum amaliyyah(pekerjaan) yang menjadi wilayah bahasan Ilmu Fiqih. Adapun hukum hukum yang terkait keyakinan maka tidak bisa menetapkan qiyas,karena hukum keyakinan bukan tempatnya Qiyas.

2)      Hukum asal sudah ditetapkan oleh Al Qur’an,Sunnah dan Ijma,seperti

a.       Contoh hukum yang sudah ditetapkan Al Qur’an adalah hukum Khomr.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالأَنصَابُ وَالأَزْلاَمُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

‘’Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah , adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.’’

b.      Contoh hukum yang sudah ditetapkan Sunnah adalah syarat jual beli ‘ain ribawi

الذَّهَبُ بالذَّهَبِ،والفِضّةُ بالفِضَّةِ،والبُرُّ بالبِرِّ،والشَّعيرُ بالشَّعِيْرِ،والتَّمَرُ بالتّمرِ،والمِلْحُ بالمِلْحِ،مِثْلا بِمِثْلٍ،سَوَءًا،بسَواءٍ،يَدًّا بيَدٍّ،فإذا اخْتَلَفَ هذه الأصْنافُ فَبِيْعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ إذا كان يدًّا بِيَدٍّ(رواه مسلم)

Jual beli emas dengan emas,perak dengan perak,biji dengan biji,gandum dengan gandum,kurma dengan kurma,garam dengan garam,harus sama barangnya,sama takarannya dan kontan. Apabila jenis jenis ini,maka jual belilah sekehendak kalian apabila kontan(H.R Muslim)[2]

c.       Contoh hukum yang sudah ditetapkan Ijma : seperti posisi seorang ayah yang boleh menjadi wali anak gadisnya yang masih kecil.

3)      Hukum Asal difahami ma’nanya dan difahami sebab pen-syari’atan nya,yaitu ada isyarat nash(tekstual) dalam pen-syari’atannya,seperti mengharamkannya khomr dan judi,mengharamkannya makan bangkai,menipu dan yang lainnya,dari perkara yang sebab pen-syari’atannya difahami secara logika. Adapun hukum yang tidak difahami secara logika maka tidak sah meng-qiyaskan sesuatu kepada hukum yang tidak difahami secara logika,contohnya seperti bilangan roka’at sholat lima waktu dan mengusap khuffain(dua sepatu) dimana yang harus diusap adalah punggung sepatu bukan bagian bawah sepatu(padahal kalau menurut logika bagian bawah sepatu yang seharusnya di usap,karena kotor/supaya bersih)[3] dan perkara yang lainnya yang tidak memungkinkan difahami sebab pen-syari’atannya.

4)      Hukum Asal bukanlah hukum yang khusus kepada seseorang saja,melainkan harus hukum yang umum. Tidak sah mengqiyaskan kepada hukum Syar’i yang bersifat khususiyah,Karena hasil qiyas(natijah) akan bertentangan dengan dalil Syar’i,contoh bolehnya mempunyai istri lebih dari empat khusus bagi Rosululloh yang tidak bisa di ikuti oleh ummatnya,kalau bolehnya Ta’addud(menikah lebih dari satu) di qiyaskan kepada nikahnya Rosululloh yang beristri lebih dari empat,maka hasil qiyas akan membolehkan ummat Rosululloh menikahi lebih dari empat istri,dan itu bertentangan dengan Syari’at karena ada dalil QS. AN Nisa :3

فَانكِحُواْ مَا طَابَ لَكُم مِّنَ النِّسَاء مَثْنَى وَثُلاَثَ وَرُبَاعَ

bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat

3.      Cabang(الْفَرْعُ )

Cabang adalah yang di qiyaskan atau yang diserupakan yang hukumnya tidak disebutkan dalam nash seperti ganja apabila di qiyaskan kepada khomr.

 

SYARAT FAR’U

1)      Far’u haruslah perkara yang hukumnya tidak disebutkan dalam Al Qur’an,Sunnah atau belum di tetapkan ijma,karena kalaulah sudah ditetapkan oleh Nash dan Ijma maka Qiyas tidak lah berguna sama sekali,oleh karena nya mereka(para Ulama) mengatakan apabila datang nash,maka qiyas menjadi batal. Dan apabila masalah tersebut sudah ada hukumnya yang di ijma’ kan maka tidak sah meng-qiyaskan masalah tersebut kepada yang lainnya,karena qiyas lebih rendah kedudukannya dibanding ijma’. Dan Ijma’ didahulukan dari pada qiyas.

2)      Far’u haruslah sama dengan ashal dalam ‘illat hukum,apabila ashlu di ‘illati dengan satu ‘illat maka ‘illat tersebut harus ada juga pada far’u,apabila antara ashlu dan far’u beda ‘illat maka qiyas tidak sah.

3)      Hukum Far’u tidak mendahului hukum Ashal,seperti sebagian Ulama yang meng-qiyaskan sunnatnya mengucapkan niyat dalam sholat(sebagai far’u)diqiyaskan kepada mengucapkan niyat dalam haji(sebagai ashlu),sedangkan diketahui bahwa syari’at sholat lebih dulu disbanding haji,haji disyari’atkan di tahun ke lima hijriah,sedang sholat disyari’atkan sebelum hijrah.

4.      Illat(Alasan Hukum)

Rukun qiyas yang paling penting adalah ‘Illat,’illat adalah shifat yang zhohir,yang tetap yang sesuai dengan hukum. ‘Illat adalah dasar yang diatasnya dibangun Qiyas,karena ‘illat adalah sifat yang mempersatukan antara Ashlu denga  Far’u,seperti Iskar(memabukkan) yang ada pada khomr da nada juga pada hasyisy(ganja).

Adapun hukum yang melewati(lebih tepatnya menular/menjangkiti) dari ashlu dan menetap pada far’u setelah tetap da nada pada ashlu disebut buah qiyas atau kesimpulan qiyas.

 

SYARAT SYARAT ‘ILLAT

1)      ‘Illat harus sifat yang zhohir yang memungkinkan difahami secara logis,karena ‘illat adalah ciri atau semboyan terhadap hukum,yaitu untuk mengenal hukum,apabila ‘illat tidak zhohir maka tidak sah menjadikannya sebagai ciri,semboyan atau pengenal terhadap hukum. Seperti Iskar(memabukkan)untuk mengharamkan khomr,karena iskar adalah sifat yang zhohir yang mungkin nyata terlihat ada atau tiadanya. Oleh karenanya tidak sah menjadikan ‘illat dengan sifat yang samar seperti adanya saling ridho antara dua orang yang berjual beli untuk memindahkan kepemilikan,karena saling ridho adalah sifat yang tidak zhohir. Dan telah meng-‘illati para Ulama untuk memindahkan kepemilikan dengan sifat yang zhohir yaitu shighot ‘aqad.

2)      ‘Illat itu haruslah sifat yang tetap,artinya sifat itu dibatasi atau tidak berubah dengan berubahnya orang dan situasi,seperti safar yang menjadi ‘illat bolehnya mengqoshor sholat bagi musafir,atau sakit yang menjadi ‘illat bolehnya berbuka pada bulan Romadhon untuk orang sakit. Safar dan sakit adalah sifat yang tetap. Oleh karenanya tidak sah menjadikan ‘illat dengan masyaqat(kesulitan/kesibukan) untuk membolehkan berbuka puasa di bulan Romadhon untuk musafir,karena masyaqot adalah sifat yang tidak tetap atau tidak dibatasi yang bisa berbeda dengan bedanya orang dan situasi(kesulitan tiap orang berbeda)[4]

3)      Sifat harus susuai dengan hukum dan berpengaruh terhadapnya,yaitu mengatur untuk pen-syari’atan hukum yang didirikan atasnya serta memberikan manfa’at untuk manusia atau mencegah kerusakan dari mereka. Seperti memabukkan(iskar) apabila dihubungkan dengan pengharaman khomr dan pembunuhan dengan senggaja apabila dihubungkan dengan wajibnya qishosh. Berasalan dengan keduanya sesuai dengan hukum karena mengatur keduanya untuk hasilnya manfa’at bagi manusia yaitu menjaga aqal dan jiwa mereka.

4)      ‘Illat haruslah sifat yang mengalir(menular) yaitu memungkinkan adanya pada bilangan yang banyak(perkara perkara yang lain) dari far’u dan tidak terbatas pada ashlu saja,seperti memabukkan(iskar),adalah ‘illat yang melewati(menular) yang ditemukan pada khomr(ashlu) dan memungkinkan ada pada ganja(far’u),maka iskar bisa dijadikan ‘illat qiyas. Adapun safar(misalnya) adalah ‘illat yang terbatas untuk bolehnya berbuka apabila dihubungkan dengan musafir,karena tidak ditemukan pada selain musafir,seperti orang yang sibuk dalam bekerja dan mendapat masyaqot karenanya yang tidak mungkin di qiyaskan kepada musafir(karena walaupun sibuk orang yang bekerja tetap saja tidak dihukumi musafir)

5)      ‘Illat tidak boleh menyelisihi nash,karena ‘illat tidak berada pada tempat nash,maka nash didahulukan atas ‘illat. Dan tidak ragu lagi bahwa menyelisihinya sifat terhadap nash menjadikan sifat tersebut tidak layak untuk mengalirkan hukum dari asal kepada far’u.[5] seperti ucapan sebagian Ulama : seorang perempuan mempunyai hak kepemilikan atas farjinya,maka boleh dia menikah tanpa izin dari walinya yang di qiyaskan kepada boleh menjual hak miliknya yang lain berupa harta tanpa izin walinya,hasil qiyas ini bertentangan dengan ucapan Rosululloh SAW :

أَيُّما امْرأةٍ نكَحَتْ بغَيرِ إذْنِ ولِيِّها فَنِكاحُها باطِلٌ(أخرجه التّرمذي وأبو داوود وصحّحه ابن حبّان والحاكِم)[6]

Siapapun wanita yang menikah tanpa izin walinya,maka nikahnya batal

 



[1] Seperti hukum wasiat bagi seorang mu’min yang hendak meninggal dan meninggalkan harta(Al Baqoroh : 180 di nasakh dengan hukum warits An Nisa :11)

[2] Jual beli(barter)perkara yang enam ini dilarang kecuali sama takaran dan kontan,misalnya menukar beras pandan wangi yang kwalitasnya bagus apabila ditukar dengan beras yang rendah kwalitasnya maka takaran tetap harus sama,dan harus kontan.

[3] Berkata Sayyidina ‘Ali R.A ( لَوْ كان الدّينُ بالرّأيِ لكان أسْفلُ الخُفِّ أولَى بالمَسْحِ من أعْلاهُ=seandainya dien itu berdasarkan ro’yu(logika) maka bagian bawah sepatu lebih berhak untuk di usap disbanding atasnya,(H.R Abu Dawud dengan sanad yang hasan)

[4] Maksudnya ‘illat harus berlaku umum,seperti memabukkan nya khomr berlaku umum bagi siapa saja dan dimana saja atau dalam situasi apa saja,khomr tetap memabukkan. Atau seperti safar bagi musafir adalah sifat yang umum,siapapun musafir baik laki laki,perempuan,anak anak atau orang tua,yang sakit ataupun yang sehat,yang mabuk perjalanan ataupun yang tidak,yang berjalan kaki ataupun naik mobil bahkan naik kapal,kalau safarnya mencapai batas yakni 4 barid(1 barid=12 mil)=48 mil,maka boleh di qoshor sholatnya.

[5] Maksudnya jangan sampai karena ‘illat tersebut maka hasil qiyas(natijah qiyas)bertentangan dengan nash.

[6] Yang menjadi asal(al ashlu) dalam contoh ini adalah bolehnya seorang perempuan menjual hak miliknya berupa harta tanpa izin walinya,apabila yang dijadikan ‘illat adalah kepemilikan,maka natijah qiyas: wanita boleh menjual miliknya yang lain(yaitu farjinya) tanpa izin walinya,berarti boleh seorang wanita menikah tanpa wali,dan natijah qiyas tersebut bertentangan dengan nash yaitu hadits Rosululloh SAW diatas.

Da'wah adalah keajiban kita bersama,dengan blog ini hendak melaksanakan kewajiban tersebut.

Share this

Add Comments


EmoticonEmoticon